🐠 Cerpen Mimpi Karya Putu Wijaya
CerpenGuru Karya Putu Wijaya tegsakata cerpen from www.youtube.com. Analisis cerpen laila karya putu wijaya. Di hadapan sekitar tiga ratus mahasiswa di hunter college, new york, wayan harus bercerita tentang bali. Hampir setiap tahun ada cerpen putu wijaya di sana. Source: muridsantuydoc.blogspot.com. Barangkali memang di situ peluangnya.".
PutuWijawa adalah seorang sastrawan kelahiran Tabanan, Bali. Selain skenario film dan sinetron, lebih dari 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, juga artikel lepas dan kritik drama telah ditulisnya. Disamping itu, gelimangan penghargaan telah diterima Putu Wijaya.
CerpenTerkenal Karya Putu Wijaya. Analisis cerpen "guru" karya putu wijaya 1. Terpesona, karena waktu tak mau menunggu. Cerpen Guru karya Putu Wijaya from 2010 karya putu wijaya Tapi, entah mengapa saya memutuskan untuk membacanya. Cerpen cintaku jauh di komodo* karya seno gumira ajidarma Source: duniapuisi88.blogspot.com Analisi cerpen peradilan rakyat karya
PutuWijaya - Sastrawan Serba Bisa Ia sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Cerpen Karya Putu Wijaya (Cantik) Gubernur marah besar. Panitia pemilihan Ratu Kecantikan 2008 dipanggil. Mereka dicecer dengan berbagai pertanyaan. Mengapa dari 9 wanita
CerpenKartini merupakan salah satu cerpen karya sastrawan ternama di Indonesia yaitu Putu Wijaya. Cerpen ini memiliki ide atau tema yaitu hari Kartini karena di dalam cerita dituliskan mengenai hari Kartini, ini bisa kita lihat di dalam kutipan sebagai berikut: Amat cepat berpikir. Hari Kartini baru saja lewat.
Kamumemerlukan kepalamu untuk mengarahkan,mengerem, meredam perasaan agar jangan berkelebihan. Karena kehidupanini seperti gado-gado yang penuh dengan berbagai bumbu dengan rasayang berbeda-beda. Kamu harus mencampur dengan cermat dan menakarnyaawas. Kalau tidak hidupmu akan menjadi pedes, asin, pahit ataukemanisan.
. Jakarta - Putu Wijaya adalah seorang penulis Indonesia, yang dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu tokoh sastra paling terkemuka di Indonesia. Ia dikenal sebagai penulis serba bisa. Selama menjadi penulis, ia telah mengeluarkan banyak karya, seperti drama, cerpen, esai, novel, dan juga skenario film, pelukis, dan bernama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya ini lahir pada 11 April 1944 di Tabanan, Bali. Sewaktu muda, Putu Wijaya mengenyam pendidikan dari sekolah rakyat hingga sekolah menengah atas di Bali. Pada masa remaja, Putu Wijaya sudah menunjukkan kegemarannya pada dunia sastra. Saat SMP, ia mulai menulis cerita pendek dan beberapa di antaranya dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. Setelah lulus SMA, Putu Wijaya melanjutkan pendidikan tinggi di Yogyakarta. Dilansir dari Ensiklopedia Sastra Indonesia, ia melanjutkan studi di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada dan mendapat gelar sarjana hukum pada 28 Juni 1969. Selain itu, Putu Wijaya juga belajar di Akademi Seni Drama dan Film Asdrafi selama setahun pada tujuh tahun di Yogyakarta, Putu Wijaya pun pindah ke Jakarta. Mengutip buku Telegram 2011 karya Putu Wijaya, di Jakarta ia memulai karier sastranya saat menjadi jurnalis untuk Tempo dan Zaman. Karya Sastrawan Putu Wijaya Pada 1975, ia mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat. Kemudian pada 1985, Putu Wijaya berkesempatan bermain dalam Festival Teater Sedunia di Nancy, ia kembali mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan Festival Horizonte III di Berlin. Semenjak itu, karier Putu Wijaya dalam bidang drama kian melejit. Ia pun lebih dikenal sebagai penulis naskah drama. Selain itu, Putu Wijaya juga dikenal sebagai penulis novel yang memiliki aliran baru. Novel-novel yang karya Putu Wijaya bercorak kejiwaan dan filsafat. Corak itulah yang kemudian menjadi ciri dari tulisan Putu Wijaya. Selain menulis naskah drama dan novel, Putu Wijaya juga menulis beberapa cerita pendek cerpen. Dilansir dari laman Alumni UGM, penulis karya sastra ini telah menerbitkan banyak karya terkenal dan bahkan, diadaptasi ke beberapa bahasa lain seperti Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand. I Gusti Ngurah Putu Wijaya juga dikenal sebagai inspirasi di industri teater tanah air. Berbagai macam karya legendaris Putu Wijaya telah membawa perubahan bagi bangsa, menjadikannya panutan di dunia teater. Karya Putu WijayaIklan Dirangkum dari berbagai sumber, berikut karya-karya Putu Teater Admin R YMI 2012-sekarang Skenario Film Bayang-Bayang Kelabu 1979 Sepasang Merpati 1979Perawan Desa 1980 Dr Karmila 1981 Kembang Kembangan 1985 Ramadhan dan Ramona 1992 Skenario Sinetron Dukun Palsu 1995 Nostalgia 2000 Bukan Impian Semusim 2003 Drama Dalam Cahaya Bulan 1966 Lautan Bernyanyi 1967 Bila Malam Bertambah Malam 1970 Invalid 1974 Tak Sampai Tiga Bulan 1974 Anu 1974 Aduh 1975 Dag-Dig-Dug 1976 Gerr 1986 Edan 1988 Hum-Pim-Pah 1992 Novel Bila Malam Bertambah Malam 1971 Telegram 1972 Stasiun 1977 Pabrik 1976 Keok 1978 Byar Pet Pustaka Firdaus, 1995 Kroco Pustaka Firdaus, 1995 Dar Der Dor Grasindo, 1996 Aus Grasindo, 1996 Sobat 1981 Tiba-Tiba Malam 1977 Pol 1987 Terror 1991 Merdeka 1994 Perang 1992 Lima 1992 Nol 1992 Dang Dut 1992 Cas-Cis-Cus 1995 Cerpen Es Campur 1980 Gres 1982 Protes 1994 Darah 1995 Yel 1995 Blok 1994 Zig Zag 1996 Tidak 1999 Peradilan Rakyat 2006 Keadilan 2012 Penghargaan Pemenang penulisan lakon Depsos Yogyakarta Pemenang penulisan puisi Suluh Indonesia Bali Pemenang penulisan novel IKAPI Pemenang penulisan drama BPTNI Pemenang penulisan drama Safari Pemenang penulisan cerita film Deppen 1977 Tiga buah Piala Citra untuk penulisan skenario 1980, 1985, 1992 Tiga kali pemenang sayembara penulisan novel DKJ Empat kali pemenang sayembara penulisan lakon DKJ Pemenang penulisan esai DKJ Dua kali pemenang penulisan novel Femina Dua kali pemenang penulisan cerpen Femina Pemenang penulisan cerpen Kartini Hadiah buku terbaik Depdikbud Yel Pemenang sinetron komedi FSI 1995 SEA Write Award 1980 di Bangkok Pemenang penulisan esai Kompas Anugerah Seni dari Menteri P&K, Dr Fuad Hasan 1991 Penerima Profesional Fellowship dari The Japan Foundation Kyoto, Jepang 1991-1992 Anugerah Seni dari Gubernur Bali 1993 Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan Presiden RI 2004 Penghargaan Achmad Bakrie 2007 Penghargaan Akademi Jakarta 2009M. RIZQI AKBARBaca 78 Tahun Putu Wijaya, Jurnalis yang Besar di Panggung TeaterSelalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari di kanal Telegram “ Update”. Klik untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Cerpen Karangan Dhea KartikaKategori Cerpen Remaja Lolos moderasi pada 17 March 2016 Regina Cantika, atau yang biasa dipanggil Gina, merupakan siswi SMP Pelita, salah satu SMP swasta elit di Jakarta. Gina adalah seorang gadis berwajah manis, cukup pintar, dan ramah kepada semua orang. Namun, Gina memiliki satu kekurangan. Ia tidak tahu apa potensinya dan sedikit pemalu. Gina memiliki sahabat yang bernama Chyntia Anastasia. Berkebalikan dengannya, Chyntia selalu yakin atas apa yang ia inginkan dalam hidupnya. Chyntia juga tidak pemalu seperti Gina. Mungkin, ini sebabnya kedua spesies ini awet bersahabat sejak kelas 5 SD. Mereka saling melengkapi satu sama lain. “Ya, anak-anak, hari ini kita membuat puisi, ya. Tema bebas. Nanti, puisinya ibu jadikan buat nilai tugas. Siapkan selembar kertas ulangan,” ujar Bu Pudji, guru Bahasa Indonesia kelas 7-4, kelas Gina dan Chyntia. Perintah dari Bu Pudji itu menimbulkan kasak-kusuk di antara para penghuni kelas 7-4. Cuma satu anak yang tetap tenang si bangkunya. Anak itu adalah Gina. Ia memang terkenal sebagai “Ratu Puisi.” “Pstt… Gin. Bikinin, dong. Mati ide gue. Bu Pudji ada-ada aja, sih. Ngapain coba, nyuruh kita bikin puisi segala? Gak jelas, deh,” keluh Chyntia yang duduk persis di belakang Gina. “Lo kalau mau nulis puisi harus ke luar dari hati. Jangan dari otak lo,” sahut Gina. “Eh, Dodol! Lo enak ngomong gitu! Lo udah biasa bikin beginian. Makanya, Chris suka sama lo,” balas Chyntia, sambil meledek Gina. Wajah Gina memerah mendengar ledekan Chyntia. “Apaan sih, lo?” sahutnya. “Chyntia, Gina, jangan ngobrol. Nanti gak selesai,” tegur Bu Pudji. “Maaf, Bu,” sahut Chyntia dan Gina berbarengan. Mereka langsung fokus pada puisi masing-masing. — KRING!!! Bel istirahat berbunyi nyaring. Bel kali ini seperti nyanyian malaikat yang sangat indah bagi siswa kelas 7-4. Mereka akhirnya bebas dari jam Bahasa Indonesia. Sesuai janjinya, Bu Pudji mengumpulkan puisi-puisi mereka untuk dijadikan nilai tugas. “Ginaaaaaa!! Temenin ke kantinnnn!!” seru Chyntia memanggil Gina. Gina, yang memang sudah terbiasa dengan sikap heboh Chyntia, hanya mengangguk mengiyakan. “Hai, Gin,” sapa Chris pada Gina, sekembalinya ia dan Chyntia dari kantin. Gina hanya menanggapi dengan senyum. Menurut kabar yang beredar, Chris yang bernama lengkap Christian Marcelino itu sebetulnya udah lama naksir Gina. Tapi, dia malu buat PDKT. “Gina doang, nih, yang disapa? Gue enggak?” kata Chyntia sambil memasang muka sedih. Chris tertawa kecil sebelum berkata, “Hai, Chyntia.” “Hai juga, Chris. Tadi dicariin Gina, loh,” sahut Chyntia dengan mimik centil. Gina memelototinya. Chris pura-pura tidak dengar dan tertawa kecil. “Gue ke kelas dulu, ya. Dadah,” katanya sambil masuk ke kelas 7-5, yang terletak di sebelah kelas 7-4. “Lo gila, ya?! Malu-maluin gue aja,” kata Gina sok galak. “Huahaha!!! Lagian lo berdua lucu, sih. Yang satu sok malu-malu kucing. Yang satu lagi malah berlagak nggak mudeng. Emang lo gak sadar, ya, Chris suka sama lo?” tanya Chyntia. “Yah.. sebenernya, gue juga sadar. Tapi, gue mesti gimana? Teriak-teriak di tengah koridor, gitu?” sahut Gina, sambil menyindir Chyntia, yang sering teriak-teriak di kelas. Yang disindir cengengesan. “Gue juga tahu kalau lo juga suka sama dia,” katanya dengan nada sok tau. Ditatapnya Gina. “Kita, kan, sahabatan udah sejak jaman purba. Jelas gue tau apa yang lo pikirin, Gin,” lanjutnya lugas. Gina terdiam sejenak sebelum menjawab pelan, “Sebenernya, gue emang suka sama dia. Tapi, udahlah, gak usah dibahas. Mending makan aja, yuk. Lima menit lagi bel, tuh,” katanya sambil menunjuk jam tangannya. — Seminggu kemudian. Gina berjalan memasuki sekolah dengan santai, saat tiba-tiba Cecilia, ketua kelasnya mencegatnya. “Gin, lo dipanggil Bu Pudji di ruang guru. Katanya penting tuh,” kata Cecil. “Hah? Oh, iya. Gue taro tas dulu ya. Thanks,” jawab Gina. “Yoi,” sahut Cecil. Setelah menaruh tas di kelas, Gina meluncur ke ruang guru dan menemui Bu Pudji. Chyntia belum datang, jadi Gina ke ruang guru sendirian. “Pagi, Bu. Ibu manggil saya?” tanya Gina setelah berhadapan langsung dengan Bu Pudji di ruang guru. Bu Pudji tersenyum, sebelum menjawab, “Iya. Begini, kamu ingat yang waktu itu Ibu suruh buat puisi?” Melihat Gina mengangguk, Bu Pudji melanjutkan, “Nah, waktu itu semua guru Bahasa sepakat buat nyuruh semua murid kelas 7 sampai 9 untuk menulis puisi. Puisi terbaik dipilih untuk ikut Festival Puisi. Yang terpilih itu punya kamu. Ibu juga udah tempel puisi kamu di mading,” jelas Bu Pudji. “Tapi, Bu, puisi saya jelek. Nanti malah malu-maluin sekolah,” jawab Gina. Kening Bu Pudji berkerut, sebelum berkata, “Ah, nggak. Puisi kamu bagus, kok. Makanya terpilih.” “Tapi, kalau kalah gimana, Bu?” tanya Gina. “Jangan pesimis. Dicoba aja belum. Pikir-pikir dulu aja ya,” bujuk Bu Pudji. Dalam hatinya, beliau berharap Gina menyetujui permintaannya. Menurutnya, Gina memiliki potensi yang bagus dalam dunia puisi. “Ya udah, deh, Bu. Besok saya kasih keputusannya, ya?” tanya Gina. “Oke,” sahut Bu Pudji sambil tersenyum. “Hai, Gin. Ehm… gue lihat, di mading ada puisi lo. Terus, lo disuruh ngewakilin sekolah ikut lomba puisi, ya? Congrats, ya,” kata Chris sepulang sekolah, sambil tersenyum. “Eh, iya. Makasih ya. Tapi, kayaknya, gue gak ikut, deh,” sahut Gina. Chris mengernyit sedikit. “Loh? Emang kenapa? Puisi lo keren, tahu. Tentang sahabat sejati gitu. Dalem banget, lagi, maknanya,” katanya. “Nggak, ah. Gue takut malu-maluin sekolah. Lagian….” “Ya, lo jangan pesimis dulu lah. Dicoba aja belum,” potong Chris. “Gue yakin lo pasti bisa. Semangat, ya,” lanjut Chris sambil tersenyum menyemangati dan menatap mata Gina dalam-dalam. Gina agak salah tingkah dengan tatapan Chris dan akhirnya berkata, “Iya. Thanks, ya.” — “Nah, begitu, dong. Optimis aja! Ibu yakin kamu pasti bisa. Tapi, kalau boleh tahu, apa yang bikin kamu berubah pikiran?” kata Bu Pudji keesokan harinya. Gina tersenyum simpul. “Saya pengen nyoba aja, Bu,” jawabnya. Bu Pudji ikut tersenyum. “Ya, udah. Lombanya minggu depan, ya, hari Rabu, di SMP Nusa Jaya. Jadi, kamu belajarnya cuma dari jam kelima sampai kesembilan. Kamu tahu tempat lombanya?” Gina berpikir sejenak sebelum mengangguk. “Tahu, Bu. Saya ke kelas dulu, ya. Permisi,” katanya sambil pamit ke kelas. — Seminggu kemudian. “Gimana, Gin?” tanya Bu Pudji sekeluarnya Gina dari ruangan lomba. Gina tersenyum dan menjawab, “Baik, Bu. Semoga menang. Tapi, kalau nggak, maaf udah mengecewakan,” jawab Gina. “Iya, gak apa-apa. Yang penting kamu udah usaha,” sahut Bu Pudji. Dua jam kemudian, pemenang lomba tersebut diumumkan. Ternyata, Gina menjadi juara pertamanya. Ia sama sekali tidak menyangka. Dengan gembira, ia maju ke depan untuk mengambil hadiah. Keesokan harinya, Gina melihat foto, nama, dan kelasnya terpampang di mading. Di sana tertulis bahwa ia telah menjuarai Festival Puisi dan Syair, serta mewakili sekolah menuju ke tingkat selanjutnya, yaitu tingkat provinsi. Semua anak dan para guru menyelamatinya, terlebih Chyntia. Ia melompat-lompat dan memeluk Gina dengan heboh. Ia juga menggoda Gina saat Chris datang memberi ucapan selamat. Empat bulan kemudian… “Haduh.. apaan, sih, nih sekolah. Pake ada acara tuker-tukeran cokelat segala. Gak jelas banget, deh! Pake ada program secret admirer segala, lagi! kalau mau PDKT, ya langsung lah! Cupu kalau pake jasa secret admirer. Gak jantan!” omel Chyntia. Gina memutar bola matanya. Ia bosan mendengar keluhan Chyntia soal perayaan valentine di sekolah yang menurut Chyntia gak penting. Saat itu, mereka sedang duduk-duduk di taman sekolah sambil menunggu bel masuk. Mengenai perlombaan yang diikuti Gina, lomba itu sudah selesai. Gina hanya menjadi juara tiga di tingkat provinsi. Jadi, ia tidak berhak untuk mengikuti lomba tingkat nasional. Tapi, Gina tetap senang dan bersyukur. Bisa masuk ke tingkat provinsi aja udah sangat menyenangkan untuknya. Tiba-tiba, Chyntia berkata, “Gin, gue duluan, ya! Mau ke kelas dulu, nih!” “Loh? Kenapa? Ayo, deh,” sahut Gina sambil beranjak bangkit dari kursi taman yang ia duduki. “Eh, eh, eh, gak usah! Lo harus di sini! Awas, kalau ke mana-mana!” ancam Chyntia. Dan sebelum Gina memprotes lagi, Chyntia berlari meninggalkannya sendiri. Gina menatap kepergian sahabat karibnya dengan bingung. “Dasar, edan tuh anak,” gerutunya. Tiba-tiba… “Hai, Gin,” sapa sebuah suara tepat di belakang Gina. Gina menoleh dengan cepat dan melihat Chris berdiri di sana. Dekatnya jarak antar mereka berdua membuat Gina salting. “Eh… hai,” jawab Gina pelan. Chris tersenyum dan berkata, “Chyntia gak edan, kok. Gue yang kasih kode ke dia buat pergi tadi.” “Lah? Emang kenapa?” tanya Gina bingung. Chris terlihat salting. Mukanya merah. “Soalnya… itu…” katanya gagap. Gina mengangkat alis, menunggu kelanjutan kalimat Chris. Nggak biasanya Chris salting begini. Chris menarik napas dalam-dalam, sebelum menatap mata Gina dan melanjutkan, “Gue…. Gue sayang sama lo, Gin. Soalnya, menurut gue lo itu..” Chris terdiam sejenak, lalu melanjutkan, Gue juga gak tahu lo kenapa. Tapi. lo mau, gak, jadi pacar gue? Gina terdiam sejenak. “Gin? Kok diem? Lo… gak mau, ya? Ya, udah, deh,” kata Chris dengan wajah kuyu dan meninggalkan Gina. “Eh, tunggu!” panggil Gina, saat Chris mulai berjalan pergi. Ia berlari kecil menyusul Chris. “Gue belum bilang apa-apa, loh. Emangnya, lo gak penasaran sama jawaban gue?” tanyanya sambil tersenyum. Chris menatapnya bingung. Sebelum ia sempat berkata-kata, ia mendengar Gina berkata, “Gue… gue mau,” dengan suara pelan, lalu mengangkat wajahnya dan tersenyum menatap Chris. Chris tersenyum dan meraih kedua tangan Gina, lalu menggenggamnya. Ia berbisik, “Thanks.” Wajahnya semakin mendekati wajah Gina. Gina memejamkan matanya. Tiba-tiba… “Cieeeee!!!! Akhirnya kalian resmiiii!! Traktirrrr!!” teriak sebuah suara cempreng, yang muncul dari balik sebuah pohon tak jauh dari tempat Gina dan Chris berdiri. “Chyntia?! Katanya, lo ke kelas!!” seru Gina. Mukanya sangat merah. Sementara, muka Chris juga nggak kalah merahnya. Chyntia cengengesan dan berkata tanpa dosa, “Feeling gue, bakal ada kejadian penting di sini. Makanya, gue sengaja ngintip. Udah, ya, gue mau mewartakan berita sukacita ini ke seluruh sekolah dulu. Dah.. Jangan lupa Traktir,” katanya, lalu berlari meninggalkan Chris dan Gina. Gina dan Chris saling tatap sebelum akhirnya kompak berteriak. “CHYNTIA!!!!!” Cerpen Karangan Dhea Kartika Facebook Dhea Kartika Dhea saat ini berusia 14 tahun. Hobi menulis puisi dan cerpen. Cerpen Menggapai Mimpi merupakan cerita pendek karangan Dhea Kartika, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Dia Oleh Sri Ambar Sejujurnya aku ingin mengatakan apa yang saat ini aku rasakan. Apa yang harus kulakukan ketika diri ini merasakan rasa cinta yang dalam kepada seseorang. Yaitu kakak kelasku yang bernama Me and Devil Oleh Lidya Silaban Hari ini giliran Ino yang kebersihan kelas, dan dibantu dengan teman-teman yang lainnya juga. “Ino, tolong bersihkan penghapus papan tulis itu†kata temannya sambil menunjukan telak penghapus papan tulis. Kenapa Aku Berbeda Part 1 Oleh Zainur Rifky Adzan shubuh berkumandang. Seperti biasanya, Bundaku membangunkanku dengan kasih sayang dan ketegasannya. “Nak, ayo bangun. Sudah Aku pun terbangun dan melihat Bunda dan Kakak sudah siap untuk sholat. Moranica Oleh Alli Nur Magribi Nama aku Ali Alli Nur Magribi. Aku punya temen namanya Andzar, dia tuh baik dan orangnya kalem. Suatu hari dia ngajak aku buat pergi ke toko buku gramedia yang The Relationship Oleh Septiana Azizah Perkenalkan namaku Revita Febrianty, teman-temanku biasanya memanggilku Rere. Aku adalah siswa kelas XI dari SMAN 1 Kotabaru. Aku memiliki dua orang sahabat, yaitu Lala, Dina dan Eky. Merekalah teman-teman “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?†"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"
You're Reading a Free Preview Pages 7 to 9 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 13 to 23 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 31 to 46 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 51 to 55 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 60 to 63 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 68 to 80 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 85 to 87 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Page 94 is not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 98 to 101 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 105 to 119 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 127 to 141 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Page 146 is not shown in this preview.
cerpen mimpi karya putu wijaya